Bijak Terhadap Kesalahan Orang Lain
Oleh: Aa Gym
Saudaraku, seringkali kita berpikir tentang kesalahan, keburukan dan
aib orang lain. Seakan kita menjadi sengsara karena perilaku orang lain.
Padahal tidak ada satupun yang menimpa kita melainkan buah dari
perilaku diri kita sendiri. Tidaklah satu senyuman
yang kita berikan kepada orang lain, kecuali kembali kepada kita. Tidak
ada satu patah katapun yang kita ucapkan yang melukai hati orang lain,
kecuali kan kembali kepada pembuatnya. Oleh karena itu jangan pernah
menyalahkan siapapun jikalau hidup kita terpuruk; hidup kita seakan
berat dan nestapa karena buah dari perbuatan kita sendiri. Tidak ada
yang tertukar, semua perbuatan akan kembali kepada dirinya.
Orang yang beruntung akan berfikir sangat keras tentang dirinya
setiap saat mengevaluasi apa yang telah diperbuatnya terhadap orang
lain. Apakah saya ini seorang yang sombong? Apakah saya ini seorang yang
suka menggunjing orang lain? Apakah saya seorang yang kikir? Orang yang
beruntung adalah orang yang berjuang sangat keras untuk menemukan
dirinya, karena bagaimana kita bisa merubah orang lain kalau kita tidak
pernah berusaha merubah diri sendiri?
Kita harus mulai sadar bahwa semakin hati penuh kesombongan, hati
suka pamer, berprasangka buruk, penuh kedengkian, kebencian, semakin
diri kita rugi. Waktu kita akan habis dipakai untuk memikirkan orang
yang kita dengki, sehingga tidak lagi produktif. Sungguh berbahagialah
mereka yang lapang dan ikhlas, yang selalu memandang setiap kejadian
dengan pikiran dan sikap positip.
Saudaraku, marilah kita belajar bijak menyikapi kesalahan dan
kekurangan orang lain, sebagaimana kita pun ingin diperlakukan hal yang
sama ketika melakukan kesalahan. Orang yang baik bukan yang tidak pernah
melakukan kesalahan, orang yang baik adalah orang yang segera sadar,
memohon ampun dan bertaubat ketika melakukan kesalahan seraya bertekad
untuk tidak melakukan kesalahan yang serupa. Sebab, siapapun tentu
berpotensi untuk berlaku salah. Istri, anak, tetangga, teman kantor atau
atasan kita sekalipun memiliki kemungkinan untuk melakukan kesalahan.
Sikap yang harus kita lakukan ketika mengetahui orang lain berbuat
salah adalah Tanya pada diri kita, apa yang paling diinginkan dari sikap
orang lain pada diri kita ketika kita berbuat kesalahan yang sama?
Tentu saja, kita sangat berharap agar orang lain tidak marah kepada
kita. Kita pun berharap agar orang lain bisa menegur kesalahan kita
dengan cara yang baik. Atau, kita berharap agar orang lain bisa bersikap
santun dengan kesalahan kita dan memaafkan kita. Kita tentu tidak ingin
orang lain marah besar atau bahkan mempermalukan kita di depan umum
akibat kesalahan kita. Kalaupun hukuman dijatuhkan, kita ingin agar
hukuman itu dijatuhkan dengan adil dan penuh etika. Kita ingin diberikan
kesempatan untuk memperbaiki diri. Kita juga ingin disemangati agar
bisa bertanggung jawab dengan apa yang telah kita lakukan. Nah, kalau
keinginan-keinginan ini ada pada diri kita, mengapa ketika orang lain
berbuat salah kita malah mencacinya, menghina dan menghukumnya denga
tidak adil?
Saudaraku, andai suatu ketika kita jumpai orang melakukan kesalahan,
hal pertama yang harus kita lakukan adalah bertanya, apakah orang
tersebut tahu atau tidak bahwa dirinya salah? Sebab, adakalanya orang
berbuat salah, bukan karena ingin berbuat salah, tetapi karena dirinya
tidak mengerti bahwa hal yang dilakukannya itu salah. Contoh sederhana,
ada seorang wanita dari pelosok desa yang merantau ke kota dan bekerja
sebagai pembantu rumah tangga. Hari-hari pertama bekerja, dia sama
sekali tidak merasa bersalah ketika kran-kran di kamar mandi, toilet dan
wastafel tidak ditutup sehingga airnya meluber dan terbuang percuma.
Mengapa? Karena air pancoran tempat mandi di desanya tidak ada yang
memakai kran sehingga tidak pernah ditutup. Di tempat tinggalnya air
masih begitu melimpah. Nah disini nampaklah bahwa tata nilai yang
berbeda membuat pandangan akan suatu masalah pun berbeda. Jadi, kalu ada
orang yang berbuat salah, tanyalah dahulu apakah dia tahu atau tidak
bahwa yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan.
Seandainya dia belum tahu kesalahannya, tentu kewajiban kita untuk
member tahu dengan santun, bukan memarahi, memaki dan bahkan berbuat
aniaya. Bagaimana mungkin kita memarahi orang yang belum tahu bahwa
dirinya berbuat salah, seperti halnya bagaimana mungkin kita memarahi
anak kecil yang belum tahu tata nilai perilaku orang dewasa seumur kita?
Tidaka ada salahnya kita belajar dari tata nilai dan latar belakang
seseorang dan tidak sombong manakala ternyata kita memiliki wawasan dan
pengalaman lebig dari orang lain. Justru dengan pengalaman dan wawasan
yang kita milikilah seharusnya kita mampu membantu meluruskannya dengan
bijak.
Ada juga orang yang sadar bahwa perbuatannya salah, tetapi tidak tahu
jalan keluarnya. Maka, posisi kita adalah membantu orang tersebut agar
menemukan jalan keluarnya. Namun, kita juga harus hati-hati dalam
memberikan bantuan agar jangan sampai ia bergantung kepada bantuan
kita., sehingga hilang kreatifitasnya dalam menyelesaikan masalah.
Setelah itu, bantu orang yang berbuat salah agar ia tetap semangat
memperbaiki kesalahannya. Ini lebih menyelesaikan masalah daripada
mencaci, memaki, menghina dan mempermalukan. Kita harus sadar bahwa anak
kita adalah bagian dari diri kita, istri kita adalah bagian dari
keluarga kita, saudara-saudara kita adalah bagian dari khazanah
kebersamaan kita – kenapa kita harus penuh kebencian membicarakan
kejelekannya? Tidak selayaknya kita berlaku tidak adil.
Ingat, rumus menyikapi kesalahan orang lain adalah berusaha membantu
agar orang yang melakukan kesalahan mengetahuinya, membantu agar ia tahu
cara memperbaikinya, membantu agar memiliki kemampuan dan semangat
dalam memperbaiki kesalahannya. Wallahu a’lam
Sumber : www. walibarokah.org
No comments:
Post a Comment